Bunga Salju

Januari 06, 2021

 


Oleh: Silvia Andriyanti
(Mahasiswi Sastra Inggris FISIP UBB)
 

Sejauh netra memandang buana beserta seluk beluk isinya yang acapkali tidak terbatas. Beredar sebuah kisah sederhana tentang ruang yang diapit oleh masa. Tentang hal-hal yang kadang kala dianggap tidak penting atau tidak berguna. Maka, sebuah konklusi singkat hadir menyapa semesta mengenai apa-apa saja–salah satunya adalah hutan Darkwood yang berada di pedalaman Amigos. Jenggala agung yang tidak pernah satu kalipun membuka pintu keramahannya bagi setiap penjejak asing yang datang berkunjung pula menawarkan aura misterius dan terkadang menjebak mereka yang sering tersesat sebab kehilangan arah untuk mengarungi hidup yang terasa kecut.

Di ujung hutan bagian utara, sesungguhnya ada satu primadona menawan yang menyebarkan atensinya pada semua orang kelewat mudah. Pegunungan mervyous lah kunci jawabannya. Anugerah alam yang teramat menakjubkan berselimut kabut tebal sepanjang tahun. Mervyous yang berkawah konglomerasi salju putih tanpa cela.

Bagi seorang penyihir remaja tanggung seperti Summer Rebella, misinya kali ini persis semacam aksi bunuh diri. Setelah lima belas bulan lamanya menjadi siswi akademi yang mendapat predikat sepihak dari para master yaitu gemar membuat onar alias biang keributan. Padahal Summer tidak pernah merasa demikian. Hutan darkwood yang buas jelas tantangan terbesar untuknya yang terlalu hijau.

"Aku pasti sudah gila." Summer mengeluh, napas berat terembus di udara lepas tatkala dirinya melihat lima ekor anjing liar penghuni asli hutan Darkwood kini datang tiba-tiba bak sekelebat. Ah, sial betul nasibnya manakala kelima binatang buas tersebut mulai mengepungnya dari segala sisi seolah-olah dirinya adalah daging buruan langka.

"Aish, hush... hush... menjauhlah dariku anjing-anjing lucu. Kalian akan kuberi sosis ekstra keju jika membiarkanku pergi kali ini, bagaimana?" Summer menatap satu demi satu anjing tersebut disertai cengiran khasnya selagi melakukan upaya negosiasi sinting kendati entah mengapa usahanya pun tak terlihat berhasil.

Kelima anjing itu tidak bergeming melainkan semakin menggeram keras hingga membuat Summer terpekik. Bukan main, apa anjing-anjing ini tidak mendapatkan pengajaran tentang tata krama yang baik sepertinya saat berasa di akademi hah? Summer itu murid yang katanya adalah badung, bebal, dan sulit diatur. Memikirkannya saja membuat Summer kesal atas titel sepihak yang disematkan padanya.

"Ugh, sepertinya ditolak. Baiklah, jika kalian ingin menggunakan cara kasar, maka... Tidak ada cara lain." Summer mulai merapalkan mantera sihir yang ia miliki untuk memusnahkan kelima anjing tersebut. "Lihat?! Aku sudah berbaik hati menawari kalian sosis ekstra keju, tapi kebaikan hatiku disalah artikan?! Apa boleh buat?" Summer merasa menyesal, bibirnya mencebik sesaat sebelum roman wajahnya perlahan-lahan berubah menyeringai.

Kelima binatang tersebut seketika musnah bagaikan debu halus dibebat serayu malam milik hutan Darkwood. Ngomong-ngomong mantra sihirnya sungguhan bekerja. Tidak sia-sia Summer mencuri buku sihir milik perpustakaan akademi. Hehe. Tidak terbayang juga nanti bagaimana reaksi madam Eligo jikalau tahu bahwa salah satu koleksi bersejarah milik akademi menghilang? Persetan lah, hukuman yang diterimanya nanti pasti hanyalah seputar membersihkan toilet akademi atau memberi makan peliharaan akademi tapi yang jelas Summer harus berhasil dan sukses menjalankan misi tunggalnya kali ini.

Suasana hutan yang suram semakin menambah kesunyian yang tercipta. Summer bahkan sudah menyeka bulir keringatnya berkali-kali sejak tadi. Ransel yang ia bawa dipunggung lumayan menyita tenaga belum lagi tumbuhan konifer purba yang menghalau jarak pandang. Fokus Summer adalah jalan setapak menuju pegunungan mervyous.

"Mitten a'tantmores..." Summer merapalkan mantra dari bibirnya manakala tangannya ia arahkan pada kabut tebal disekitarnya.

Kabut pun menyebar ke segala arah lalu menghilang. Summer tersenyum tipis saat jalan setapak kini hadir tepat di depannya. Gadis itu kemudian melanjutkan perjalanannya dengan tenaga yang tersisa. Untuk ukuran seorang penyihir klan utara yang memiliki bakat alami yaitu mengendalikan suhu sepertinya tentu rasa dingin tidaklah mudah menusuk pori-pori kulitnya. Sekitar tiga puluh menit durasi berlalu, suasana hutan Darkwood kini berganti dengan kaki pegunungan Mervyous. Tebing yang menanjak diselimuti salju seluas lautan adalah pemandangan yang menyapa netra Summer sekarang.

Summer mengeratkan ranselnya serta memasang kembali tudung mantel tebalnya. Ditengah tebing yang belum meraih posisi puncak, Summer berhenti mendadak saat tempat tujuannya berada tidak jauh lagi. Sebuah gua yang terbentuk dari gumpalan es abadi yang keseluruhannya teramat mengkilat–Summer memekik bahagia. Ia memasuki pintu gua yang lebar dengan embusan napas berat–mungkin ia dapat masuk entah ia dapat keluar dari sana atau tidak. Hidup atau matinya sekarang terasa murah atau bahkan cuma-cuma.

Di dalam gua terdapat banyak sekali kumpulan stalaktit dan stalagmit es yang runcing mungkin jika dihantam ke badan manusia hasilnya adalah kematian. Benar-benar tajam dan mengerikan. Hampir saja Summer tersandung saat ia tidak memperhatikan langkahnya ketika sebuah benda mengkilat serupa kristal tipis di dalam kaca yang tergantung di dinding gua menarik atensinya.

Itu dia. Itu benda yang Summer cari. Di antara ratusan benda serupa yang mengelilingi hanya ada satu yang begitu istimewa. Summer hanya perlu mengambilnya lalu membawanya pulang untuk Sanja–sahabat kesayangannya. Namun, siapa yang tahu realitas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan apalagi saat presensi binatang semacam kera besar berbulu putih datang mengejutkannya sebelum ia dapat meraih benda berharga itu. Kedua taring besar dan panjang dari mulut kera tersebut mencuat keluar. Astaga, Summer baru ingat kalau nama hewan ini adalah Yeti. Penunggu asli daerah bersalju. Ya, tidak salah lagi.

“Menjauh dari sana, Summer Rebella!” sentaknya dengan suara yang menggema.

Summer terkesiap. Mata gadis itu melebar ketika mendengar binatang itu dapat berbicara bahkan terasa membentaknya. Tunggu, tunggu dulu! Bagaimana Yeti ini mengetahui namanya?

Well, gadis keras kepala! Aku sudah memperingatkanmu bukan? Cepat pergi dari sini. Kesabaranku hanya sedikit.” ujar Yeti itu begitu sinis karena rumahnya didatangi oleh tamu tak diundang. Summer masih bergeming di tempatnya. Tungkainya seakan membeku bersama es.

“Baik, sepertinya kau lebih menyukai cara kekerasan ya?” Yeti itu berkata datar lalu mengaum keras dan berlari menuju Summer hendak menyerang sang gadis. Sebelum makhluk pemarah itu mengenainya seketika Summer tersadar dan menyingkir begitu cepat sehingga serangan Yeti itu berakhir memukul udara. Keduanya bertarung dengan cara mereka masing-masing. Summer mengeluarkan mantra sihirnya untuk menghalau serangan demi serangan Yeti yang ganas dan membabi buta. Hingga Summer mundur dua langkah dan mengarahkan satu tangannya ke depan.

"Hei...!” teriak Summer terengah-engah. “Tunggu dulu! Apa kita harus bertarung sampai mati?" Summer mengusap peluhnya yang terus-menerus bercucuran.

"Aku lelah sekali. Aku punya penawaran untukmu tuan Yeti. Bagaimana jika kita melakukan negosiasi?" kata Summer lagi.

"Aku tidak memerlukannya. Semua yang ada di tempat ini milikku. Tidak akan aku biarkan siapapun mencurinya, termasuk kau gadis tengik!

"Aish, aku sungguh lelah." gerutu Summer kehilangan banyak tenaga.

"Jadi katakan padaku apa yang harus kulakukan?" Summer menatapnya berani. Ck, roman Yeti ini sangat jelek sekali sampai membuat Summer ingin muntah.

"Enyah dari hadapanku!"

"Aku memang akan pergi tapi dengan bunga salju milikmu. Tidak bisakah kau berbaik hati sekali saja? Lagipula yang kau punya sangat banyak." Summer mencoba memperpanjang interlokusi mereka sekaligus mengisi tenaga.

"Aku memang punya banyak tapi banyak yang tidak berarti." sahut Yeti terdengar ketus.

"Yasudah kalau begitu izinkan aku untuk meminjamnya boleh ya?" Summer kini telah memohon setengah putus asa.

Yeti pun terdiam. Ia tidak menyangka hal ini.

"Kumohon. Aku tidak pernah melakukan hal segila ini dalam hidupku karena menuruti permintaan seseorang." Sanja kau memang teman yang sangat menyebalkan batin Summer kesal sebab mau saja menuruti permintaan sang sahabat. Mungkin lebih tepatnya ini semua salah Summer sendiri yang berjanji. Summer dirundung jera. Dia tidak akan berlagak dan tidak akan pamer kekuatan lagi.

"Dasar bodoh." cela Yeti.

"Aku memang bodoh. Makanya tolong kasihanilah diriku yang bodoh ini tuan." Summer kemudian berlutut seraya menyatukan kedua tangannya. Tidak tahu saja dalam kerongkongannya tersimpan stok makian dan umpatan untuk kera jelek di hadapannya itu.

"Menuruti permintaan orang lain tanpa memikirkan dirimu sendiri itu adalah tindakan yang gegabah nona musim panas. Harusnya jika temanmu itu sangat menginginkan sesuatu mengapa dia tidak berusaha mengambilnya sendiri atau paling tidak pergi menemanimu." ujar Yeti menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Pencapaian yang luar biasa kini makhluk buas ini mulai memberi ceramah meski nada bicaranya masih terdengar agak ketus. Ah, ini akan sangat lama. Mengapa monster Yeti ini jadi mirip dengan ibuku lama-lama pikir Summer. Memberinya nasehat bijak seolah mereka adalah teman dekat—ralat yang tepat lebih seperti omelan pedas.

"Dia mana berani melakukannya lagipula dia tidak akan pernah bisa melakukannya." Summer tersenyum lirih sesaat hanya sedetik jika Yeti tersebut mampu menyadari ekspresi wajahnya.

"Gadis ini bicara apa." Yeti itu berdecak jengkel lalu menggaruk kepalanya yang gatal dipenuhi bulu putih seputih salju. Pasti dia punya banyak kutu, hih. "Baiklah, untuk kali ini saja." Ia menatap lamat Summer kemudian berkata tegas. "Kau boleh membawa bunga salju itu untuk temanmu. Aku akan meminjamkannya asal kau kembalikan tepat waktu."

"Benarkah?"

"Aku tidak pernah mengulang perkataan yang sama."

"Terima kasih tuan Yeti. Kau sungguh sangat murah hati. Aku sangat mengharg–"

"Asal aku juga ikut bersamamu." Yeti menyeringai kala memotong perkataan Summer yang belum usai.

"H-hah? K-kau... Kau bilang apa tadi?"

"Aku benci bicara hal yang sama nona." Yeti itu menggeram pelan.

I-ikut bersama? Yang benar saja? "Kau mau ikut denganku?" mana mau Summer membawa makhluk buas ini pulang ke akademi. Yang ada nanti malah hukumannya semakin bertambah.

"Ya."

"Tapi untuk apa?" Summer mengernyitkan dahinya sebab ia merasa presensi Yeti dalam penyelesaian misinya kali ini tidaklah sepenting itu.

"Hanya ingin memastikan bahwa kau tidak kabur bersama bungaku. Firasatku tentangmu tidak baik. Asal kau tahu tebakanku tidak pernah meleset." Yeti itu tersenyum pongah.

Dia baru saja mengataiku pencuri Summer mencibir tanpa suara.

"Orang dengan wajah sepertimu ini tidak meyakinkan untuk diberi kepercayaan." Yeti itu tertawa remeh dan membuat Summer yang mendengarnya menahan amarah. Wah, dia menghina lagi. Dasar Yeti sialan! Semoga saja bulu di badannya itu rontok dan botak. Gadis itu sengaja mengalah karena jika ia membalas perkataan Yeti angkuh itu kesempatannya membawa bunga salju ini akan raib.

"Ayo, waktu kau untuk meminjam bunganya tidak banyak sebelum aku berubah pikiran!" kini Yeti mengajaknya keluar dari gua setelah membiarkan Summer membawa bunga salju miliknya yang berharga. Seharga dengan nyawanya sendiri.

***

Siang itu di dalam ruang pertemuan akademi beberapa petinggi tengah melakukan perbincangan serius terlihat dari roman mereka yang tengah menantikan sesuatu. Kelimanya kompak mengenakan jubah hitam dengan ornamen emas.

“Bulan merah di Amigos akan tiba malam ini. Pangeran yang hilang akan segera kembali. Kita harus menyiapkan penyambutan untuknya.”

 

Fin.

Pangkalpinang, 1 Januari 2021



--------------------------
TENTANG PENULIS


Silvia Andri Yanti (Sisil) ialah seorang mahasiswi sastra inggris di Universitas Bangka Belitung. Gemar menonton drama korea ataupun film di waktu senggang kala tugas kuliah tidak datang menyapa.

 

 

You Might Also Like

0 komentar