Metafora Aku Kau dan Karya

Desember 13, 2020

 

Oleh:Muhammad Ikcan
(Founder Mediatikusastra)
 

Dan lagi masih sama. Seseorang yang ingin aku abadikan dalam karyaku ini adalah seorang Wanita berparas rindu yang memiliki senyum purnama seribu bintang berkerudung sendu dan dia bernama muda. Bagiku ratusan hari bersamanya terasa membaca berulang ulang  halaman sebuah novel , berkesan, menegangkan, dan kadang membingungkan. Rasa frustasi karena tidak bisa mengerti setiap kalimat, dan pengkarakterannya yang kadang  ingin ku rasa sudahi dan robek robek saja tiap halamannya.

Tapi layaknya seorang pembaca yang merasa candu akan tiap kata. Maka ku putuskan untuk terus membaca dan baca lagi. Kali ini ku putuskan untuk membaca dengan tempo lambat. Tidak tergesa-gesa. Dan betapa terkejutnya bahwa aku selalu menemukan hal hal dan perspektif baru di tiap ulang nya.

Perspektif, adalah persoalan yang pelik. Berapa kali pembaca buku lain mengatakan padaku kalau karya yang sedang ku baca terlalu rumit hingga kadang sang pembaca buku lain menyarankan padaku untuk langsung saja membaca rangkumannya, toh sama saja. Dan berkali-kali pula ku tolak. Aku kadung jatuh pada karya ini kilahku. "Terserah kau saja, kau menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membaca karya yang terlalu rumit". Aku hanya tersenyum kecut toh bukannya aku tidak pusing tapi aku belum akan mau selesai membacanya.

Baca Juga: RISALAH UNTUK TUAN

Persoalan itu pula yang kadang membikin ku duduk berjam-jam hanya untuk memandangi covernya, kadang hanya membolak-balik halaman, atau kadang hanya sekedar membersihkan debu yang menempel. Sebutlah perkara seperti itu membaca tanda. Ku dapati coretan panjang seperti bekas luka, tapi abstrak, pada awal mula ku temukan karya ini. Tanda yang sama selang seling di 40 halaman pertama. Terlihat tangguh namun rapuh secara bersamaan atau bisa ku bilang karya ini pura pura tangguh, entahlah kadang tidak bisa ku bedakan.

Sudahlah, mari sejenak lupakan masalah karya.  Setidak masuk akal sekalipun karya ini akan jadi karya terfavorit ku. Kenapa demikian. bukan karena persoalan sang pembaca lama atau persoalan sang penulis yang memaksa akhir yang buruk. Tapi Karena bagian paling tidak masuk akal sekali pun adalah skenario sang pencipta, dan sang pencipta adalah bagian dari skenario sang Maha Pencipta.

Kemanapun sang pemilik skenario dan maha pemilik skenario akan membawa alurnya. Maka sang pembaca hanya bisa menikmati. Sebuah metafora karya Antara aku, kau dan pertemuan di bulan favorit hujan, di atas sebuah bangunan tua saat sepi malam.

Teruntuk gadis muda daripada Aksa. Aku benar benar tidak  ingin selesai membacanya.


---------------------------------------------------------
TENTANG PENULIS


Muhammad Ikcan

Nama yang berarti Nasihat yang di cintai. seringkali namanya di baca Ikan saat orang orang pertama kali membaca namanya. Merupakan penggemar group band One ok Rock sekaligus berharap menjadi penabuh kendang paruh waktu di band tersebut. Note: saya bukan wibu. Saat ini sedang berusaha sekuat mungkin agar secepatnya menyelesaikan studi di salah satu universitas Negeri. Note lagi: saya masih semester muda akhir. Bersama ketua sekte tikus tanah dan tikus lainnya membentuk mediatikusastra setelah kontemplasi dan pertapaan panjang di salah satu gua tempat matahari tidak bisa menerobos masuk.  C.H.A.O.S.M.Y.T.H

You Might Also Like

0 komentar